Artikel Konflik Antar Suku



1. Konflik Antar Suku di Sampit (2001)

Barangkali kerusuhan yang terjadi di Sampit adalah kerusuhan antar suku paling mengerikan yang pernah terjadi di Indonesia. Konflik ini diduga akibat adanya warga Dayak yang dibantai oleh Warga Madura yang menetap di sana. Versi lain mengatakan jika kedua suku saling membakar rumah dan mengakibatkan Suku Dayak yang memenuhi hampir semua wilayah Kalimantan Tengah murka.
Description: Konflik Sampit [image source]
Konflik Sampit 
Akibat hal ini, 500 orang dikabarkan meninggal dunia. Dari jumlah itu 100 di antaranya mengalami pemenggalan kepala oleh Suku Dayak. Pemenggalan ini dilakukan oleh Suku Dayak karena mereka ingin mempertahankan wilayah yang saat itu mulai dikuasai oleh Suku Madura. Pihak Kepolisian setempat sebenarnya sudah menangkap orang-orang yang dianggap sebagai dalang dari kerusuhan. Namun setelah ditangkap, Kantor Polisi justru dikepung oleh Suku Dayak hingga Polisi tepaksa melepaskan kembali tahanan. Konflik yang terjadi di tahun 2001 ini akhirnya berakhir setelah setahun berlangsung.

 2. Konflik Antar Agama di Ambon (1999)

Konflik yang ada kaitannya dengan agama terjadi di Ambon sekitar tahun 1999. Konflik ini akhirnya meluas dan menjadi kerusuhan buruk antara agama Islam dan Kristen yang berakhir dengan banyaknya orang meninggal dunia. Orang-orang dari kelompok Islam dan Kristen saling serang dan berusaha menunjukkan kekuatannya.
Description: Konflik Antar Agama di Ambon (1999) [image source]
Konflik Antar Agama di Ambon (1999) [image source]
Konflik ini awalnya dianggap sebagai konflik biasa. Namun muncul sebuah dugaan jika ada pihak yang sengaja merencanakan dengan memanfaatkan isu yang ada. Selain itu ABRI juga tak bisa menangani dengan baik, bahkan diduga sengaja melakukannya agar konflik terus berlanjut dan mengalihkan isu-isu besar lainnya. Kerusuhan yang terjadi di Ambon membuat kerukunan antar umat beragama di Indonesia jadi memanas hingga waktu yang cukup lama.

 3. Konflik Antara Etnis (1998)

Kerusuhan yang terjadi di penghujung Orde Baru 1998 awalnya dipicu oleh krisis moneter yang membuat banyak sektor di Indonesia runtuh. Namun lambat laun kerusuhan menjadi semakin mengerikan hingga berujung pada konflik antara etnis pribumi dan etnis Tionghoa. Kerusuhan melebar dan menyebabkan banyak aset-aset miliki etnis Tionghoa dijarah dan juga dibakar karena kemarahan.
Description: Konflik Antara Etnis (1998) [image source]
Konflik Antara Etnis (1998)
Selain menjarah dan membakar banyak hal penting dari etnis Tionghoa. Mereka juga melakukan tindak kekerasan kepada para wanita dari etnis ini. Kasus pelecehan seksual banyak dilaporkan hingga kasus pembunuhan pun tak bisa dihindari. Konflik antar etnis yang terjadi di Indonesia benar-benar membuat negeri ini menjadi lautan darah.

4. Konflik Antar Golongan Agama (Ahmadiyah dan Syiah) (2000-an)

Indonesia memiliki banyak sekali golongan-golongan dalam sebuah agama. Misal Islam ada yang memposisikan sebagai NU, Muhammadiyah, hingga Ahamdiyah. Sayangnya, ada beberapa golongan yang dianggap menyimpang hingga akhirnya dimusuhi oleh golongan lain yang jauh lebih dominan. Konflik yang paling nampak terlihat dari golongan Ahmadiyah yang mengalami banyak sekali tekanan dari kelompok mayoritas di wilayahnya.
Description: Konflik Antar Golongan Agama (Ahmadiyah)  [image source](2000-an)
Konflik Antar Golongan Agama (Ahmadiyah) [image source](2000-an)
Mereka dianggap menyimpang hingga akhirnya diusir, rumah ibadah dan warga dibakar hingga aksi kekerasan lainnya. Jemaah dari Ahmadiyah dipaksa kembali ke ajaran asli dan meninggalkan ajaran lamanya.
Selanjutnya ada kelompok lagi bernama Syiah yang juga ditekan di Indonesia. Kelompok ini dianggap sesat dan harus diwaspadai dengan serius. Sayangnya, masyarakat terlalu ekstrem hingga banyak melakukan kekerasan pada kelompok ini mulai dai pembakaran rumah ibadah hingga pesantren. Hal ini dilakukan dengan dalih agar Islam di Indonesia tidak tercemar oleh ajaran pengikut Syiah.

5. Konflik Antar Golongan dan Pemerintah (GAM, RMS, dan OPM)

Konflik yang terjadi dengan kelompok-kelompok tertentu sering terjadi di Indonesia. Paling heboh hingga sampai di bawa ke dunia internasional adalah masalah dengan Gerakan Aceh Merdeka atau GAM. Konflik ini terjadi akibat banyak dari milisi GAM menginginkan lepas dari Indonesia. Sayangnya pemerintah tak mau hingga adu kekuatan terjadi selama bertahun-tahun. Konflik ini akhirnya selesai setelah muncul sebuah kesepakatan yang salah satunya adalah membuat Aceh menjadi daerah otonomi khusus.
Description: Gerakan Aceh Merdeka [image source]
Gerakan Aceh Merdeka
Selain GAM adalah lagi RMS atau Republik Maluku Selatan dan Operasi Papua Merdeka atau OPM. Kelompok ini menginginkan merdeka dan lepas dari Indonesia. Untuk memenuhi hasrat ini tindakan-tindakan pemberontakan kerap terjadi dan membuat warga sekitar merasa sangat terganggu. Pasalnya gerakan separatis seperti ini hanya akan membuat situasi menjadi buruk.
Inilah lima konflik SARA yang pernah terjadi di Indonesia. Semoga di tahun-tahun berikutnya konflik semacam ini tak akan pernah ada karena hanya akan membuat negeri ini menjadi lebih kacau dari sebelumnya. Bagaimana menurut sobat Boombastis terkait konflik-konflik yang ada di Indonesia?

CONTOH SURAT KUASA



PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS
KECAMATAN SUMBEREJO
KEPALA PEKON MARGODADI
Alamat : jln Raya Pekon Margodadi, kecamatan sumberejo, Kabupaten Tanggamus


SURAT KUASA


            NIK                                                         : 1806136803820003
NAMA                                                  : VERAWATI
TEMPAT TANGGAL LAHIR             : MARGOYOSO, 28 – 03 – 1982
JENIS KELAMIN                                 : PEREMPUAN
ALAMAT                                              : MARGODADI UTARA
RT/RW                                                  : 001/001
DESA / KELURAHAN                        : MARGODADI
KECAMATAN                                     : SUMBEREJO
AGAMA                                               : ISLAM
PEKERJAAN                                        : MENGURUS RUMAH TANGGA
               

Surat ini di Kuasakan Kepada :

NIK                                                         : 1806130807800003
NAMA                                                  : ARI SUSANTO
TEMPAT/TANGGAL LAHIR               : MARGODADI, 08 – 07 -1980
JENIS KELAMIN                                   : LAKI – LAKI
ALAMAT                                              : MARGODADI TENGAH
RT/RW                                                  : 004/002
DESA / KELURAHAN                        : MARGODADI
KECAMATAN                                     : SUMBEREJO
AGAMA                                               : ISLAM
PEKERJAAN                                        : PETANI / PEKEBUN

Surat ini di pergunakan untuk mengambil Surat cerai.

 Demikian surat kuasa ini di buat, agar dapat di Pergunakan sebagai Mana mestinya.                                                                                                                                          
                                                                                                                          Margodadi,01-10-2013
                                                                          Mengetahui 
                                                                         kepala pekon                                                                                                                                            Margodadi
                                                                                                                         

                                                                                                                                         
                                                                           KASINO M


Pihak 1 (satu )             Pihak 2 (dua)                                                     




VERAWATI                          ARI SUSANTO

Fungsi dan Peranan Pers di Indonesia


Fungsi dan Peranan Pers, Pers adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh media massa untuk mengumpulkan , mengelola , dan menerbitkan informasi. Fungsi pers dalam kehidupan sehari - hari adalah sebagai media informasi , media hiburan , media pendidikan , media kontrol , dan sebagai lembaga ekonomi.

Description: Fungsi dan Peranan Pers  di Indonesia

Fungsi Pers di Indonesia

1. Pers Sebagai Media Informasi
Fungi Pers sebagai media informasi berfungsi untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui informasi yang ada. Setiap informasi yang diterbitkan pers harus bersifat asli , obyektif , dan harus dikelola sesuai peraturan perundangan Pers.

2. Pers Sebagai Media Hiburan
Pers sebagai media hiburan berfungsi sebagai memberikan hiburan kepada masyarakat berupa  cerpen , gambar karikatur , cerita bergambar. Selain itu , pers juga bisa menayangkan aktivitas - aktivitas terkini tentang artis - artis. Dalam memberikan hiburan , pers harus sesuai dengan fungsi pancasila dan norma - norma yang berlaku.

3. Pers Sebagai Media Pendidikan
Pers sebagai media pendidikan berfungsi untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan masyarakat. Dalam hal ini , pers menyediakan artikel - artikel yang bersifat mendidik. Artikel berisi tentang ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial. Artikel yang disajikan juga harus bersifat menarik agar menarik untuk dibaca.
4. Pers Sebagai Media Kontrol
Pers sebagai media kontrol berfungsi untuk melakukan kontrol oleh rakyat terhadap pemerintah. Kontrol yang dimaksud adalah kontrol sosial , kontrol tanggung jawab , kontrol suport , dan kontrol partisipasi.


5. Pers Sebagai Lembaga Ekonomi
Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga ekonomi , pers bertujuan untuk membuka lapangan pekerjaan baru dan menyerap tenaga kerja. Hal ini diharapkan bisa mengurangi tingkat penggangguran.

Dalam kehidupan di Indonesia , pers yang berlaku adalah Sistem Pers Pancasila. Pers Pancasila ini memiliki peranan yang sangat penting.
Peranan Pers di Indonesia
1. Memenuhi Hak Tahu Masyarakat
Masyarakat punya hak untuk memperoleh informasi yang tepat dan akurat sesuai dengan UU. No. 14 Tahun 2008 . Oleh karena itu pers berperan sebagai sarana untuk memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh informasi.
2. Melakukan Kritik Sosial Terhadap Kepentingan Umum

Pers juga berperan sebagai sarana untuk melakukan kritik sosial yang efektif. Karena dengan melalui pers lebih banyak mengundang perhatian dengan harapan dapat perhatian yang banyak dapat membawa perubahan.
3. Memberikan Pendapat Berdasar Informasi yang Ada

Pers berperan sebagai sarana yang bisa dipercaya masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. Oleh karena itu pers dalam tiap publikasinya harus tanpa rekayasa dan sesuai informasi yang ada.
4. Mengembangkan Nilai Demokrasi , Hukum , dan Pancasila , Serta Menegakan Keadilan.
Nilai nialai demokrasi, hukum, Pancasila dan juga keadilan harus dikembangkan dengan adanya pers. Pers harus bisa berperan aktif mewujudkan Indonesia yang lebih demokras dan lebih adil.

Hukum Dana Talangan Haji



Dr. Ahmad Zain An Najah, MA

Banyak jama’ah yang menanyakan hukum dana talangan haji yang sekarang sedang marak di berbagai tempat. Hanya dengan modal lima juta rupiah seseorang bisa mendaftar untuk berangkat haji dengan menggunakan dana talangan yang disediakan oleh berbagai lembaga keuangan. Bagaimana hukum dana talangan haji ini, apakah boleh atau haram?
Pengertian Dana Talangan Haji
Dana Talangan Haji adalah pinjaman dari Lembaga Keuangan Syariah kepada nasabah untuk menutupi kekurangan dana, guna memperoleh kursi  haji pada saat pelunasan BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji). Nasabah kemudian wajib mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam itu dalam jangka waktu tertentu. Kemudian Lembaga Keuangan Syariah ini menguruskan pembiayaan BPIH berikut berkas-berkasnya sampai nasabah tersebut mendapatkan kursi haji. Atas jasa pengurusan haji tersebut, Lembaga Keuangan Syariah memperoleh imbalan, yang besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan.
Hukum Dana Talangan Haji
Lembaga–lembaga Keuangan Syariah di dalam menerapkan Dana Talangan Haji merujuk kepada Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI Nomor 29/DSN-MUI/VI/2002 tanggal 26 Juni 2002 tentang biaya pengurusan haji oleh LKS (Lembaga Keuangan Syariah).  Jadi akad qardh wa ijarah adalah gabungan dua akad, yaitu akad qardh (pinjaman) dengan akad ijarah (jasa), yaitu jasa LKS memberikan pinjaman kepada nasabah. Dalil utama fatwa DSN ini, antara lain dalil yang membolehkan ijarah (seperti Qs. Al-Qashash [28]:26) dan dalil yang membolehkan meminjam uang (qardh) (seperti Qs. Al-Baqarah [2]:282). Ketentuan umum yang termaktub dalam Fatwa tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-ijarah sesuai fatwa DSN-MUI nomor 9/DSN-MUI/IV/2000.
2. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai fatwa DSN-MUI nomor 19/DSN-MUI/IV/2001.
3. Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji.
4. Besar imbalan jasa al-ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah.
          Penjelasan  Fatwa DSN  
          Secara teori ketentuan umum yang disebutkan oleh DSN MUI di atas tentang upah dan pinjam meminjam  dalam kasus Dana Talangan Haji sudah benar. Namun apakah ketentuan itu sesuai dengan yang diterapkan oleh Lembaga-lembaga Keuangan Syariah dalam hal ini oleh Bank-bank Syariah?
          Di dalam ketentuan umum fatwa DSN No. 3,  dijelaskan bahwa : “Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji.“
          Sekarang marilah kita lihat dalam praktiknya, apakah seorang nasabah dibolehkan meminjam kepada Bank sejumlah uang untuk menutupi biaya haji yang masih kurang, tanpa meminta jasa kepada Bank Syariah untuk mengurusi  masalah haji-nya?  Artinya, Bank Syariah hanya meminjamkan uang saja, tanpa memungut tambahan sedikitpun?
          Sebaliknya, apakah ada seorang nasabah yang sudah mempunyai uang dana haji yang cukup, kemudian meminta pihak Bank untuk mengurusi hajinya dengan membayar upah kepengurusan? Mungkin model kedua ini ada, dan bisa terjadi, walaupun sangat jarang.
          Yang jelas, di dalam praktiknya, rata-rata Bank Syariah menawarkan Dana Talangan Haji kepada nasabah yang belum punya dana yang cukup untuk biaya haji, dengan ketentuan bahwa pihak Bank yang akan menguruskan pendaftaraan haji dan meminta upah kepada nasabah. Ini artinya bahwa Bank telah melanggar ketentuan umum No. 3 dari Fatwa DSN di atas. Dan secara hukum Syariah ini tidak dibolehkan.
          Adapun dasar dari larangan di atas (mensyaratkan jasa pengurusan haji dengan pemberian dana talangan haji, atau sebaliknya mensyaratkan pemberian dana talangan dengan meminta jasa pengurusan haji) adalah sebagai berikut :
          Pertama : Hadist Abdullah bin Amru radhiyallahu ‘anhu :
عن عَبْد اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلَا شَرْطَانِ فِي بَيْعٍ وَلَا رِبْحُ مَا لَمْ تَضْمَنْ وَلَا بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
“Dari Abdullah bin Amru ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak halal menjual sesuatu dengan syarat memberikan hutangan, dua syarat dalam satu transaksi, keuntungan menjual sesuatu yang belum engkau jamin, serta menjual sesuatu yang bukan milikmu (HR Abu Dawud, dan Tirmidzi, berkata Tirmidzi : Hadist Ini Hasan Shahih)
          Dalam hadist di atas diterangkan bahwa : “tidak halal pinjaman yang disyaratkan dengan jual beli“, begitu juga tidak halal pinjaman yang disyaratkan dengan pembayaran jasa (al-ijarah), sebagaimana yang terdapat pada Dana Talangan Haji.
Kedua : Kaidah Fiqh yang disarikan dari hadist :
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ فِيهِ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبَا
“ Setiap pinjaman yang membawa manfaat (bagi pemberi pinjaman) adalah riba
          Dalam Dana Talangan Haji, pihak Lembaga Keuangan Syariah (Bank Syariah) memberi pinjaman kepada nasabah, dan mensyaratkan untuk mengurusi berkas-berkasnya sampai mendapatkan kursi haji. Itu semuanya dengan imbalan sejumlah uang. Dari sini, pihak Lembaga Keuangan Syariah mendapatkan manfaat dari pinjaman yang diberikan kepada nasabah, walaupun melalui jasa kepengurusan, sehingga dikatagorikan uang jasa tersebut adalah riba.
          Ketiga : Pinjaman adalah kegiatan sosial, yang bertujuan membantu sesama, dan mencari pahala dari Allah, sehingga tidak boleh dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan materi darinya.
          Kesimpulan :
          Program Dana Talangan Haji yang digulirkan oleh Lembaga-lembaga Keuangan Syariah selama ini menimbulkan banyak problematika di masyarakat, diantaranya bahwa masyarakat yang sebenarnya belum mampu secara financial untuk melaksanakan ibadah haji, didorong untuk “mampu“ walaupun harus meminjam uang ke Bank, dan ini berdampak kepada penuhnya kuota jama’ah haji.
          Selain itu, walaupun berpegang kepada fatwa DSN MUI, tetapi secara praktiknya,  Dana Talangan Haji  ternyata bertentangan dengan fatwa DSN MUI itu sendiri, serta bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah dalam Muamalat. Maka, kita berharap agar program ini bisa ditinjau ulang kembali. Wallahu A’lam.
          Bekasi, 25 Rajab 1433 / 15 Juni 2012
Semua orang Indonesia Naik Haji pakai uang haram?

JAKARTA, FAJAR.online --
Sekretaris Jendral (Sekjen) Kemenag Bahrul Hayat kemarin di Jakarta menjelaskan, Untuk musim haji 2011 lalu, Kemenag memperkirakan menggunakan dana hasil manfaat atau bunga simpanan haji sekitar Rp1,5 triliun sampai Rp1,7 triliun. Bunga tadi didapat dari uang setoran awal 1,6 juta haji yang mencapai sekitar Rp38 triliun.
Bahrul menjelaskan, meskipun bunga tadi tidak dimasukkan ke rekening pribadi-pribadi CJH, tetapi dia mengklaim para jemaah yang berangkat ke tanah suci merasakan manfaat bunga tersebut. Dia menguraikan, ada sejumlah pos biaya haji yang disubsidi dari bunga simpanan itu.
Di antaranya adalah biaya kewajiban CJH kepada pemerintah Arab Saudi dan ongkos sewa asrama di Mekah maupun Medinah. Sementara biaya yang ditanggung 100 persen dari bunga simpanan di antaranya, biaya pengurusan paspor, ongkos selama di embarkasi, dan uang makan selama berhaji.

Aku Berkata: Jika demikian, hanya ada dua kemungkinan:
1. Duit bunga bank dikorupsi sama pejabat KEMENAG
2. Seluruh orang Indonesia yang pakai haji reguler naik haji dari uang HARAM. karena Bunga Bank itu haram.
KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 1 Tahun 2004
Tentang
BUNGA (INTERSAT/FA’IDAH)
Majelias Ulama Indonesia,
MENIMBANG :
1. bahwa umat Islam Indonesia masih mempertanyakan status hukum bunga (interst/fa’idah) yang dikenakan dalam transaksi pinjaman (al-qardh) atau utang piutang (al-dayn), baik yang dilakukan oleh lembaga keuangan,individu maupun lainnya;
2. bahwa Ijtima’Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia pada tanggal 22 Syawal 1424 H./16 Desember 2003 telah menfatwakan tentang status hukum bunga;
3. bahwa karena itu, Majelis Ulama Indonesia memnadang perlu menetapkan fatwa tentang bunga dimaksud untuk di jadikan pedoman.
MENGINGAT :
1. Firman Allah SWT, antara lain :
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,lalu terus berhenti (darimengambil riba), maka baginya maka yang telah diambilnya dahulu (sebelum dating larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tiadak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran,dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman,mengerjakan amal shaleh,mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya.Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum di pungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.Dan jika (orang-orang berhutang itu) dalam kesukaran,mereka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu,lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (Ali’Immran [3]: 130).
2. Hadis-hadis Nabi s.a.w., antara lain :
Dari Abdullah r.a., ia berkata : “Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang memakan orang yang memakan (mengambil) dan memberikan riba.” Rawi berkata: saya bertanya:”(apakah Rasulullah melaknat juga) orang yang menuliskan dan dua orang yang menajdi saksinya?” Ia (Abdullah) menjawab : “Kami hannya menceritakan apa yang kami dengar.” (HR.Muslim).
Dari Jabir r.a.,ia berkata : “Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, memberikn, menuliskan, dan dua orang yang menyaksikan.” Ia berkata: “mereka berstatus hukum sama.” (HR. Muslim).
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: “Akan dating kepada umat manusia suatu masa dimana mereka (terbiasa) memakan riba. Barang siapa tidak memakan (mengambilnya)-nya,ia akan terkena debunya.”(HR.al-Nasa’I).
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: “Riba adalah tujuh puluh dosa; dosanya yang paling ringan adalah (sama dengan) dosa orang yang berzina dengan ibunya.” (HR. Ibn Majah).
Dari Abdullah, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: “Riba mempunyai tujuh puluh tiga pintu (cara,macam).” (HR. Ibn Majah).
Dari Abdullah bin Mas’ud: “Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, memberikan, dua orang yang menyaksikannya.” (HR. Ibn Majah)
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: “Sungguh akan datang kepada umat manusia suatu masa dimana tak ada seorang pun diantara mereka kecuali (terbias) memakan riba. Barang siapa tidak memakan (mengambil)-nya,ia akan terkena debunya.”(HR. Ibn Majah).
3. Ijma’ ulama tentang keharaman riba dan bahwa riba adalah salah satu dosa besar (kaba’ir) (lihat antara lain: al-Nawawi, al-Majmu’Syarch al-Muhadzdzab, [t.t.: Dar al-Fikr,t.th.],juz 9,h 391)
MEMPERHATIKAN :
1. Pendapat para Ulama ahli fiqh bahwa bunga yang dikenakan dalam transaksi pinjaman (utang piutang, al-qardh wa al-iqtiradh) telah memenuhi kriteria riba yang di haramkan Allah SWT., seperti dikemukakan,antara lain,oleh :
Al-Nawawi berkata, al-Mawardi berkata: Sahabat-sahabat kami (ulama mazhab Syafi’I) berbeda pendapat tentang pengharaman riba yang ditegaskan oleh al-Qur’an, atas dua pandangan.Pertama, pengharaman tersebut bersifat mujmal (global) yang dijelaskan oleh sunnah. Setiap hukum tentang riba yang dikemukakan oleh sunnah adalah merupakan penjelasan (bayan) terhadap kemujmalan al Qur’an, baik riba naqad maupun riba nasi’ah.
Kedua, bahwa pengharaman riba dalam al-Qur’an sesungguhnya hanya mencakup riba nasa’yang dikenal oleh masyarakat Jahiliah dan permintaan tambahan atas harta (piutang) disebabkan penambahan masa (pelunasan). Salah seorang di antara mereka apabila jatuh tempo pembayaran piutangnya dan pihang berhutang tidak membayarnya,ia menambahkan piutangnya dan menambahkan pula masa pembayarannya. Hal seperti itu dilakukan lagi pada saat jatuh tempo berikutnya. Itulah maksud firman Allah : “… janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda… “ kemudian Sunnah menambahkan riba dalam pertukaran mata uang (naqad) terhadap bentuk riba yang terdapat dalam al-Qur’an......
..... 2. Bunga uang atas pinjaman (Qardh) yang berlaku di atas lebih buruk dari riba yang di haramkan Allah SWT dalam Al-Quran,karena dalam riba tambahan hanya dikenakan pada saat jatuh tempo. Sedangkan dalam system bunga tambhan sudah langsung dikenakan sejak terjadi transaksi.
3. Ketetapan akan keharaman bunga Bank oleh berbagai forum Ulama Internasional, antara lain:
1. Majma’ul Buhuts al-Islamy di Al-Azhar Mesir pada Mei 1965
2. Majma’ al-Fiqh al-Islamy Negara-negara OKI Yang di selenggarakan di Jeddah tgl 10-16 Rabi’ul Awal 1406 H/22 28 Desember 1985.
3. Majma’ Fiqh Rabithah al-Alam al-Islamy, keputusan 6 Sidang IX yang diselenggarakan di makkah tanggal 12-19 Rajab 1406 H.
4. Keputusan Dar Al-Itfa, kerajaan Saudi Arabia,1979
5. Keputusan Supreme Shariah Court Pakistan 22 Desember 1999.
4. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2000 yang menyatakan bahwa bunga tidak sesuai dengan Syari’ah.
5. Keputusan Sidang Lajnah Tarjih Muhammdiyah tahun 1968 di Sidoarjo yang menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi system perekonomian khususnya Lembaga Perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam.
6. Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun 1992 di Bandar Lampung yang mengamanatkan berdirinya Bank Islam dengan system tanpa Bunga.
7. Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang Fatwa Bunga (interest/fa’idah), tanggal 22 Syawal 1424/16 Desember 2003.
8. Keputusasn Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 11 Dzulqa’idah 1424/03 Januari 2004;28 Dzulqa’idah 1424/17 Januari 2004;dan 05 Dzulhijah 1424/24 Januari 2004.
Dengan memohon ridha Allah SWT
MEMUTUSKAN
MEMUTUSKAN : FATWA TENTANG BUNGA (INTERST/FA`IDAH):
Pertama : Pengertian Bunga (Interest) dan Riba
1. Bunga (Interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang di per-hitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut,berdasarkan tempo waktu,diperhitungkan secara pasti di muka,dan pada umumnya berdasarkan persentase.
2. Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penagguhan dalam pembayaran yang di perjanjikan sebelumnya, dan inilah yang disebut Riba Nasi’ah.
Kedua : Hukum Bunga (interest)
1. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada jaman Rasulullah SAW, Ya ini Riba Nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya.
2. Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram,baik di lakukan oleh Bank, Asuransi,Pasar Modal, Pegadian, Koperasi, Dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.
Ketiga : Bermu’amallah dengan lembaga keuangan konvensional
1. Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syari’ah dan mudah di jangkau,tidak di bolehkan melakukan transaksi yang di dasarkan kepada perhitungan bunga.
2. Untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syari’ah,diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat.

       PENDAHULUAN
Dewasa ini, dunia perbankan dan lembaga keuangan syariah mengalami perkembangan yang sangat cepat.Produk-produk yang inovatif juga bermunculan secara beragam sehingga beberapa model akad multi jasa tidak bisa dihindari lagi, bahkan semakin marak. Seperti praktik adanya pembiayaan dana talangan haji bagi para calon yang ingin menunaikan haji yang sekarang ini sedang menjamur di tengah masyarakat. Sebagian orang menganggap dana talangan haji sebagai aplikasi dari akad qardh (pinjaman) dan Ijarah (sewa-menyewa jasa).
Di satu sisi, masyarakat memandang adanya pembiayaan dana talangan haji sebagai alternatif yang cukup menarik untuk mengatasi masalah sulitnya berhaji, baik karena faktor pendanaan yang belum mencukupi maupun karena terbatasnya quota haji yang tersedia untuk calon jamaah haji di Indonesia. Namun di sisi lain, diduga ada unsur riba dalam praktek dana talangan haji. Hal ini karena praktek dana talangan haji mengharuskan calon jamaah haji membayar sejumlah uang lebih daripada yang dipinjamnya.
Lembaga perbankan dan keuangan syariah serta pakar ekonomi Islam harus memahami dengan baik perkembangan terakhir tentang produk-produk yang mereka tawarkan sekarang ini. Setiap produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah kepada masyarakat hendaknya betul-betul diperhatikan apakah sesuai dengan prinsip-prinsip muamalah dalam Islam ataukah tidak.
Kehadiran makalah ini mencoba membahas tentang hukum pembiayaan dana talangan haji ditinjau dari aspek Hukum Islam. Penulisan makalah ini dilakukan dengan mengumpulkan data dari literatur dan praktik yang terjadi dalam masyarakat kemudian dianalisis dengan perspektif dalil-dalil al-Qur’an dan al-Sunnah yang terkait.
                                               
II.    Kewajiban Haji, al-Qardh dan al-Ijarah
A.    Haji dalam al-Qur’an dan al-Sunnah
Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima, sehingga wajib bagi setiap muslim yang telah aqil baligh untuk melaksanakan ibadah haji. Allah SWT berfirman:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
Artinya: “ Ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah ”. (QS. Ali Imran : 97)
Secara eksplisit ayat ini menggunakan  jumlah khabariyyah (kalimat berita) yang bermakna perintah, karena lafadzعَلَى pada ayat tersebut adalah isim fi’il amr yang menyatakan kewajiban haji.
Kata النَّاسِyang didahului dengan huruf alif lam menunjukkan semua manusia secara umum. Adapun kata مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا adalah takhsis ittishal atau pengkhususan yang bersambung dalam satu ayat yang sama, sehingga orang yang wajib haji itu hanyalah orang yang telah masuk dalam kategori istitha’ah (orang yang mampu) saja.
Pengertian istitha’ah dijelaskan oleh sabda Nabi SAW sebagai berikut:
عَنْاَنَسٍأَنَّالنَّبِيَّصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَفِيقَوْلِهِعَزَّوَجَلَّ: مَنِاسْتَطَاعَإِلَيْهِسَبِيلاًقَالَقِيْلَ: يَارَسُوْلَاللهِمَاالسَّبِيْلُ؟قَالَ: الزَّادُوَالرَاحِلَةُ) رواهالدارقطني(
Artinya: “Dari Anas bahwa Nabi SAW, didalam firman Allah ‘azza wajalla “man istatha’a ilaihi sabiila”, ia berkata bahwa Nabi SAW ditanya: Wahai Rasulullah apa yang dimaksud dengan “as-sabil”? Beliau menjawab: Bekal dan perjalanan.”(HR. Ad Daruquthni).
Menurut mayoritas ulama’ dalam kitab al-Bahr, bekal merupakan syarat wajib haji. Bekal adalah harta yang dapat mencukupi diri sendiri dan mencukupi keluarga yang menjadi tanggungannya selama ia melaksanakan ibadah haji. Selain bekal, ia juga harus mampu dalam hal kendaraan, maksudnya yaitu mempunyai biaya untuk ongkos menuju ke tanah suci
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seseorang yang belum tergolong dalam kategori “istitha’ah” tidak perlu memaksakan diri untuk menunaikan ibadah haji. Allah SWT berfirman :
لايُكَلِّفُاللَّهُنَفْسًاإِلاوُسْعَهَا
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. (QS. al Baqarah : 286)
Huruf  لَا dalam permulaan ayat ini adalah Laa Nafi yang bertemu dengan fi’il mudhari’ berfungsi untuk meniadakan secara menyeluruh. Maksudnya Allah tidak akan membebani setiap orang sedikitpun. Adapun huruf  إِلَّا di sini adalah huruf istisna’ yang fungsinya untuk pengecualian. Secara keseluruhan dapat diartikan “tidaklah Allah itu membebani hamba-Nya sedikitpun, kecuali sesuai batas kemampuan hamba-Nya saja”. Sehingga tidak layak bagi seorang muslim memaksakan diri untuk menunaikan ibadah haji dengan melakukan berbagai cara yang akan memberatkan diri sendiri.

B.     Hakikat al-Qardh(Memberi Pinjaman)
1.      Pengertian dan Dalil Pensyariatanal-Qardh
Al-Qardh ialah harta yang diberikan oleh orang yang menghutangi kepada orang yang berhutang, untuk dikembalikan sebesar apa yang dipinjam ketika si penghutang mampu membayarnya. Al-qardh secara bahasa ialah memotong.Dan harta yang diambil oleh orang yang berhutang disebut al-qardh karena orang yang menghutangi memotongnya dari hartanya.[1]
Dalil pensyariatan al-qardh adalah hadits dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, ‘Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنيْاَ. وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ. وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَ الآخِرَةِ. وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ.
Artinya: “Barang siapa yang membantu seorang mukmin terhadap kesusahan dari kesusahan dunia, niscaya Allah SWT membantunya terhadap segala kesusahan hari kiamat. Dan barang siapa yang memberi kemudahan kepada orang yang kesusahan, niscaya Allah SWT memberi kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat. Dan barang siapa yang menutup (aib) seorang muslim niscaya Allah SWT menutupi (kesalahannya) di dunia dan akhirat. Dan Allah SWT selalu menolong hamba selama hamba itu selalu menolong saudaranya.”(HR. Muslim).
Hadits di atas menunjukkan bahwa pinjaman disyariatkan dalam rangka saling membantu diantara umat muslim. Selayaknya umat Islam memperhatikan syariat pinjaman (al-qardh) dengan semangat membantu saudaranya sesama muslim, tanpa mengharap imbalan (tambahan) dari saudaranya yang berhutang kepadanya. Syari’at menjelaskan bahwa al-qardh tidak membolehkan adanya tambahan pengembalian, sebagaimanaQaidah ushuliyah menyebutkan:
كُلُّقرْضٍشرطفيهانيزيدهفهوحرام
Artinya: “Setiap pinjaman yang mensyaratkan tambahan hukumnya haram”.
2.      FATWA DSN 19/DSN-MUI/IV/2001: TENTANG AL-QARDH
Pertama: Ketentuan Umum al-Qardh
1.      Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.
2.      Nasabah al-Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.
3.      Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.
4.      LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.
5.      Nasabah al-Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.
6.      Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat:
1.      memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
2.      menghapus(write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.
Kedua:  Sanksi
1.      Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya dan bukan karena ketidakmampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah.
2.      Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud butir 1 dapat berupa  penjualan barang jaminan.
3.      Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi kewajibannya secara penuh.
Ketiga: Sumber Dana
Dana al-Qardh dapat bersumber dari:
1.      Bagian modal LKS;
2.      Keuntungan LKS yang disisihkan; dan
3.      Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaqnya kepada LKS.
C.    Hakikat al-Ijarah (Upah)
1.      Pengertian dan Dalil Pensyariatan al-Ijarah (Upah)
Ijarahadalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (owner ship/milkiyah) atas barang itu sendiri.[2]
Dalil pensyariatan Ijarah adalah firman Allah:
فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
Artinya: “Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya.” (QS. ath-Thaalaq: 6).
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, Ya Bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”(QS. Al-Qashash: 26).
فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا
Artinya:“Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidr menegakkan dinding itu, Musa berkata, Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.” (QS. Al-Kahfi: 77)
وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Artinya: “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Baqarah:233)
Selain itu, dalil pensyariatan al-qardh juga terdapat dalam beberapa hadits berikut ini:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ وَأَعْطَى الْحَجَّامَ أَجْرَهُ…(رواه البخري و مسلم )
Artinya: “diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah SAW berbekam dan beliau memberi upah kepada tukang bekam itu…” (HR. Bukhari dan Muslim).
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَأَعْطُوْا الاَجِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering!””(HR. Ibnu Majah).

2.      FATWA DSN MUI NO. 09/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG PEMBIAYAAN IJARAH
Pertama :    Rukun dan Syarat Ijarah
1.      Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk lain.
2.      Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa dan penyewa/pengguna jasa.
3.      Obyek akad ijarah adalah:
a.       manfaat barang dan sewa; atau
b.      manfaat jasa dan upah.
Kedua:    Ketentuan Obyek Ijarah
1.      Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
2.      Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
3.      Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
4.      Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.
5.      Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6.      Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7.      Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.
8.      Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
9.      Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Ketiga :    Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah
1.      Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:
a.       Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan.
b.      Menanggung biaya pemeliharaan barang.
c.       Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
2.      Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:
a.       Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai kontrak.
b.      Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil).
c.       Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Keempat : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.


III. DANA TALANGAN HAJI
A.    Hakikat Dana Talangan Haji
Dana talangan haji adalah dana yang dipinjamkan oleh pihak bank kepada nasabah untuk menutupi kekurangan dana guna memperoleh kursi haji saat pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH). Berikut ini adalah contoh beberapa bank yang mempraktekkan dana talangan haji.
1.      Bank BPD Syariah DIY
Menurut mereka, dana talangan haji merupakan cara memanfaatkan pembiayaan haji untuk merealisasikan perjalanan ke Baitullah secara lebih pasti dan lebih dekat waktu keberangkatannya. Pembiayaan dana talangan haji ini menggunakan akad ijarah multi jasa, dengan setoran tabungan minimum Rp 2.000.000,00 dan membayarkan biaya administrasi pembiayaan Rp 250.000,00 dan jangka waktu pembiayaan maksimum 48 bulan. Fee Ujrah sebesar 7,3% yang kesemuanya sudah dimasukkan dalam ketentuan angsuran tiap bulan. Dan bagi nasabah yang tidak mengangsur selama 3 bulan maka gugurlah kesempatannya untuk mendapatkan porsi haji. Adapun rincian pembiayaannya adalah sebagai berikut:[3]

No.
Maksimum Pembiayaan(Rp)
PERKIRAAN ANGSURAN MURABAHAH PERBULAN
12
24
36
48
1
5.000.000
446.667
237.708
168.472
134.167
3
7.000.000
625.333
332.792
235.861
187.833
5
9.000.000
804.000
427.875
303.250
241.500
6
10.000.000
893.333
475.417
336.944
268.333
7
11.000.000
982.667
522.958
370.639
295.167
9
13.000.000
1.161.333
618.042
438.028
348.833
11
15.000.000
1.340.000
713.125
505.417
402.500
13
17.000.000
1.518.667
808.208
572.806
456.167
15
19.000.000
1.697.333
903.292
640.194
509.833
16
20.000.000
1.786.667
950.833
673.889
536.667
17
21.000.000
1.876.000
998.375
707.583
563.500
19
23.000.000
2.054.667
1.098.458
774.972
617.167
21
25.000.000
2.233.333
1.188.542
842.361
670.833

2.      Bank BTN Syariah
Menurut mereka, dana talangan haji adalah pinjaman dana kepada nasabah Tabungan BTN Haji iB dan tabungan Haji yangmembutuhkan dana talangan untuk menunaikan  ibadah haji sesuai prinsip Syari’ah. Akad yang digunakan dalam pembiayaan ini adalah qardh (pinjaman yang diberikan kepada nasabah/ muqtaridh yang memerlukan) serta dikenakan biaya-biaya, yaitu biaya administrasi dan asuransi jiwa. Jangka waktu maksimal 5 tahun. Pengembalian besifat fleksibel dengan fee ujrah menyesuaikan jangka waktu pelunasan. Adapun rincian dana yang harus disiapkan diawal adalah:[4]
Paket talangan haji
Strata plafond
Biaya adm/tahun
Asuransi + Materai
Total dana Awal
Paket istiqamah
11-15 juta
1.237.500
200 ribu
1,5 juta
Paket mabrur
16-20 juta
1.650.000
200 ribu
2 juta
Paket akbar
21-25 juta
2.062.500
200 ribu
2,3 juta

3.      Bank Syariah Mandiri
Menurut mereka, Bank Syari’ah Mandiri (BSM) talangan haji membantu nasabah mewujudkan niat ibadah haji dengan persyaratan sangat mudah dan cepat. Akad yang digunakan adalah qardhul ijarah. Landasan dibolehkannya adalah mengacu pada aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, Dewan pengawas Syari’ah dan bank Mandiri. Adapun rincian pembiayaannya adalah sebagai berikut:[5]
Jangka waktu
Dana talangan
Set. Awal tabungan mabrur
Fee ujrah
Biaya materai
Dana nasabah
Total setoran pertama
1 th
Rp 22,5 jt
Rp 500 rb
Rp 2jt
Rp 54 rb
Rp 2,5 jt
Rp 5.054.000
2 th
Rp 22,5 jt
Rp 500 rb
Rp 3,7 jt
Rp 54 rb
Rp 2,5 jt
Rp 6.754.000
3 th
Rp 22,5 jt
Rp 500 rb
Rp 5,4 jt
Rp 54 rb
Rp 2,5 jt
Rp 8.454.000

4.      Bank BRI Syari’ah
Dalam memberikan kemudahan bagi nasabahnya yang ingin melaksanakan haji namun belum mempunyai dana yang cukup maka BRI Syari’ah memberikan solusi dengan menawarkan produknya berupa dana talangan haji. Menurut mereka, dana talangan haji dapat membantu calon jama’ah haji untuk booking seatporsi keberangkatan haji walaupun dana yang dimiliki belum mencapai Rp 25.000.000,00.
Nasabah bank yang ingin mendapatkan porsi dana talangan haji maka terlebih dahulu ia harus membuka rekening tabungan haji. Besarnya pembiayaan talanga haji yang ditawarkan oleh Bank BRI Syari’ah dimulai dari Rp 10.000.000,00 – Rp 23.000.000,00.  Nasabah juga harus memberikan uang dana sendiri (DP) terlebih dahulu, besarnya uang DP dalam hal ini berbeda-beda, misalnya nasabah akan meminjam dana talangan haji sebesar Rp 23.000.000,00 maka DP yang harus disediakan adalah Rp 2.000.000,00, sehingga jumlah keseluruhannya adalah Rp25.000.000,00. Jumlah ini merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh nasabah sehingga dapat didaftarkan ke Kementrian Agama (Kemenag) sebagai calon jama’ah haji.
Akad yang digunakan dalam dana talangan haji di BRI Syari’ah adalah akad qardhul ijarah. Akad al-qardh digunakan untuk memberikan pinjaman uang kepada nasabah, sedangkan akad al-ijarah digunakan untuk memberlakukan ujrah yang akan dibayarkan oleh nasabah kepada pihak bank. Adapun besar ujrah yang harus dibayarkan oleh nasabah kepada pihak Bank adalah sebesar Rp 2.070.000,00/tahun. Ujrah ini berfungsi sebagai  balas jasa dari nasabah kepada pihak Bank karena bank mendaftarkan calon jama’ah haji ke (Kemenag), baik ke daerah maupun ke pusat di Jakarta. Jangka waktu pelunasan dana talangan haji  di Bank ini selama 5 tahun, sehingga ujrah yang harus dibayar untuk jangka 5 tahun ini adalah sebesar  Rp. 10.350.000,00. Ujrah ini bisa dibayarkan di awal secara keseluruhan namun  juga bisa diangsur pertahun, namun yang diperlu diperhatikan tahun pertama ujrah wajib dibayarkan.
Simulasi dana talangan haji berdasarkan waktu dan besarnya talangan:[6]
Keterangan
Jangka Waktu
1 Tahun
2 Tahun
3 Tahun
4 Tahun
5 Tahun
Rp. 23 juta





Setoran awal tab. Haji
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
Biaya administrasi
200.000
250.000
350.000
400.000
450.000
Ujrah
2.070.000
4.140.000
6.210.000
8.280.000
10.350.000
DP
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
Jumlah
4.320.000
4.370.000
4.470.000
4.520.000
4.570.000
Angsuran/Bln
1.920.000
1.045.000
754.000
609.000
522.000






Rp. 20 juta





Setoran awal tab. Haji
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
Biaya administrasi
200.000
250.000
350.000
400.000
450.000
Ujrah
1.800.000
3.600.000
5.400.000
7.200.000
9.000.000
DP
5.000.000
5.000.000
5.000.000
5.000.000
5.000.000
Jumlah
7.050.000
7.100.000
7.200.000
7.250.000
7.300.000
Angsuran/Bln
1.667.000
909.000
656.000
530.000
454.000






Rp. 15 juta





Setoran awal tab. Haji
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
Biaya administrasi
200.000
250.000
350.000
400.000
450.000
Ujrah
1.350.000
2.700.000
4.050.000
5.400.000
750.000
DP
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
Jumlah
11.600.000
11.650.000
11. 750.000
11.800.000
11.850.000
Angsuran/Bln
1.260.000
682.000
492.000
397.000
340.000

Berdasarkan pada data bank tersebut di atas, disimpulkan bahwa praktek dana talangan haji adalah sebuah transaksi yang menggunakan akad ijarah multi jasa (BPD Syari’ah). Proses pelaksanaannya adalah bank memberikan sejumlah uang kepada nasabah sebagai dana talangan untuk melaksanakan ibadah haji. Kemudian, nasabah mengembalikan dana pinjaman tersebut dengan cara mengangsurkan sejumlah uang yang nominalnya lebih dari dana pinjaman tersebut. Selisih inilah yang oleh pihak bank disebut dengan ujrah sebagai konsekuensi akad yang telah disepakati.Ijarah multijasa ini mencoba menggabungkan antara qardh yang bersifat tabarru’at (sosial) dengan ijarah yang bersifat mu’awwadhat (komersil).
Dalam prinsip syariat, transaksi tabarru’at merupakan transaksi yang bertujuan untuk kepentingan sosial yang tidak mensyaratkan tambahan apapun.Berbeda dengan transaksi mu’awwadhat yang bertujuan untuk komersil atau mencari keuntungan. Setiap transaksi memiliki ruhnya masing-masing, sehingga tak dapat dengan mudah dan menyalahi aturan jika digabung-gabungkan antara satu dengan yang lain. Transaksi tabarru’atakan menjadi tidak sah bila disyaratkan adanya tambahan, sehingga tak dapat digabungkan dengan tujuan komersil yang menuntut adanya keuntungan. Bila dipaksakan, akad qardhakan rusak karena adanya selisih yang tidak dapat menyandang dua status sekaligus. Sekalipun akan berstatus sebagai ujrah dalam akad ijarah, ia akan tetap berstatus riba pada akad qardh, sehingga tidak mungkin disatukan. Terkecuali ada kerelaan untuk merubah akad mu’awwadhat menjadi tabarru’at yang hal ini dibolehkan.
Melalui keterangan di atas dapat diketahui bahwa praktik dana talangan haji di dalamnya terdapat unsur riba. Riba merupakan segala tambahan yang disyaratkan dalam transaksi.Riba diharamkan oleh syari’at berdasarkan firman Allah QS. Al-Baqarah (2) ayat 275 sebagai berikut:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا…
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Dana talangan haji juga menggunakan akad ijarah.Akad tersebut bersifat mu’awwadhat yang menuntut adanya ujrah.Apabila selisih yang dibayarkan oleh nasabah dikategorikan sebagai ujrah, Hal ini merupakan hal yang tidak sesuai dengan ‘urfatau adat kebiasaan karena biaya administrasi tersebut terlalu besar dan tidak seimbang dengan jasa yang diberikan.
Dengan demikian, akad ijarah multijasa tidak dapat dibenarkan menurut syari’at, karena berasal dari dua jenis akad yang bertentangan.Tidak dapat tergolong ijarah karena adanya ujrah yang tidak wajar, juga tidak dapat digolongkan menjadi qardh karena mengandung unsur riba.Oleh karena itu hukum Dana Talangan Haji adalah Haram.

B.     Tinjauan Mashlahat dan Madharat
Sepintas, memang sepertinya sistem talangan ini memberikan kemudahan bagi umat muslim Indonesia untuk menunaikan ibadah haji, namun apabila kita amati dengan teliti, dalam sistem talangan ini ada pembiasan atau pengkaburan makna istitha’ah (mampu) yang merupakan prinsip dalam menunaikan ibadah haji.
Pembahasan ini mencoba melihat dari sudut pandang Islam yang lebih realistis dengan melihat dampak sosilogis yang ditimbulkan. Orang yang sebetulnya belum istitha’ah(mampu) namun sudah mendapatkan kursi (seat) haji karena dana talangan, hal tersebut tidak menjamin kepastian untuk bisa berangkat, karena pada saat tahun masa pelunasan belum ada kepastian apakah dia bisa melunasi talangan hajinya ataukah tidak. Hal ini menunjukkan bahwa dana talangan haji tidak serta merta menjamin adanya kemampuan untuk menunaikan ibadah haji. Karena dalam praktik dana talangan haji mengandung unsur hutang yang menuntut pelunasan sehingga mengurangi kesempurnaan istitha’ah yang seharusnya tidak ada paksaan sama sekali sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 286:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا…
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…”
Pada kenyataannya, sistem yang bertujuan utama untuk memberikan mashlahat,justru menimbulkan kemadharatan. Dana talangan haji mampu memotivasi untuk segera melaksanakan haji, namun disisi lain juga mendorong nasabah untuk berhutang yang pada akhirnya dapat menyulitkan diri sendiri.Sangat tidak layak bagi seseorang yang belum mampu untuk berhaji memaksakan diri, karena dikhawatirkan akan terlilit hutang dan terjerumus ke dalam perbuatan yang diharamkan seperti riba. Selain itu, iadapat menghalangi orang yang telah lebih awal dalam memenuhi syarat istitha’ah. Dalam qaidah ushuliyah disebutkan
دَرْءُاْلمَفَاسِدِمُقَدَّمٌعَلَىجَلْبِاْلمَصَالِحِ
Artinya: “Menghindari kerusakan (kerugian) lebih didahulukan dari pada mendatangkan kemaslahatan (keuntungan).

IV.    ANALISIS
BerdasarkanFATWA DSN MUI NO. 09/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG PEMBIAYAAN IJARAH dan FATWA DSN 19/DSN-MUI/IV/2001: TENTANG AL-QARDH,penggunaan dana talangan haji oleh pihak-pihak bank sebagaimana yang sudah diterangkan dimuka diperbolehkan jika memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan.Jika ternyata fakta di lapangan berbeda dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh fatwa, maka disinilah terjadi ketimpangan dan perlu pengkajian lebih lanjut.
Berdasarkan sumber data yang diperoleh, setiap bank memiliki prinsip proses pelaksanaan dana talangan haji yang berbeda-beda.Meskipun demikian, esensi pengadaan dana talangan haji oleh setiap bank adalah sama, yaitu memperoleh keuntungan dari para nasabah yang berkeinginan untuk melaksanakan ibadah haji.
Melalui data dari beberapa bank di atas,dapat diketahui bahwa pihak bank memperoleh keuntungan daridanatalangan haji yaitu berupa ujrah yang dibebankan pada nasabah. Diantara permasalahan yang terjadi adalah pihak bank mengatakan bahwa talangan haji menggunakan gabungan dua akad, yaitu akad qardh dan ijarah(seperti dalam BRI Syari’ah dan BSM).Penggabungan dua akad menjadi satu akad sendiri hukumnya tidak boleh.Memang sebagian ulama membolehkan, seperti Imam Ibnu Taimiyah (ulama Hanabilah) dan Imam Asyhab (ulama Malikiyah).Namun yang rajih adalah pendapat yang tidak membolehkan, yakni pendapat jumhur ulama empat mazhab, yakni ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah.
Menurut ulama yang membolehkan penggabungan dua akad pun, penggabungan qardh dan ijarah termasuk akad yang tak dibolehkan.[7]
Selain itu, jika yang digunakan adalah akad qardh(seperti pada Bank BTN Syari’ah), maka berdasarkan pengertian qardh yang telah dijelaskan diatas, pihak bank tidak boleh mengambil keuntungan sedikitpun dari nasabah. Dalam prakteknya, dana talangan haji menyalahi aturan tersebut sehingga hal ini mengindikasikan bahwa dana talangan haji hukumnya tidak diperbolehkan, sebab setiap qardh (pinjaman) yang mensyaratkan tambahan adalah riba, karena besarnya pengembalian tidak sama dengan jumlah dana yang dipinjamkan.
Jika diteliti lebih lanjut, maka akan didapati bahwa dalam praktek dana talangan haji terjadi beberapa keganjilan, yaitu biaya administrasi yang terlalu besar, perbedaan ujrah yang dibebankan pada nasabah, dan pengembalian dana talangan yang disertai dengan tambahan yang cukup banyak. Misalnya pada bank BRI Syari’ah, ujrah yang harus ditanggung oleh pihak nasabah dan wajib dibayar dalam jangka waktu 5 tahun adalah sebesar Rp. 10.350.000,00, kalau dicermati secara rasional, bukankah angka ujrah yang harus dibayar itu terlalu besar? Inilah yang menjadi keganjilan yang tidak rasional.



V.       REKOMENDASI
Berdasarkan pada pemaparan diatas, maka sudah selayaknya bagi calon jama’ah haji untuk lebih berhati-hati dalam mempercayakan hajinya pada lembaga yang benar-benar berbasis syari’ah.Bagi para calon jama’ah haji yang sudah memiliki istitha’ah (kemampuan) untuk beribadah haji tanpa perlu menggunakan dana pinjaman dari bank atau pihak manapun, sebaiknya segera mendaftarkan diri melalui lembaga yang mengurusi pemberangkatan haji. Sementara bagi orang yang belum memiliki istitha’ah (kemampuan) melaksanakan haji, tidak perlu memaksakan diri dengan mengambil pinjaman dana talangan haji dari bank tertentu, karena kewajiban ibadah haji adalah bagi yang mampu. Islam adalah agama yang mudah dan tidak menyulitkan, sehingga seorang muslimyang belum memiliki kemampuan melaksanakan ibadah haji tidak perlu membebani diri, karena Allah swt tidak membebani seseorang sedikitpun kecuali pada hal-hal yang mampu ia kerjakan.